Friday, November 2, 2018

Tatkala Syukur Menjadi Motivasi Beramal

Dr. Abdul Ghoni, M.Hum. (DQM)

Pada bagian awal surat Saba’ (surat ke- 34) dijelaskan begitu banyak nikmat Allah yang dianugerahkan kepada dua Rasul-Nya yaitu Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Satu hal yang istimewa adalah apa yang Allah perintahkan kepada kedua Rasul yang mulia setelah berbagai nikmat tersebut diberikan. Allah memerintahkan kepada keduanya untuk mensyukuri semua nikmat tersebut dengan melakukan amal shaleh.  Allah meminta amal shaleh sebagai bentuk rasa syukur keduanya atas seluruh anugerah yang diberikan.  

Hal tersebut secara eksplisit disebutkan dalam surat Saba’ ayat 11 dan 13 yang berbunyi:

Wednesday, August 1, 2018

Tanggunjawab Makmum yang Gugur dalam Shalat Berjamaah Bersama Imam


Oleh : Dr. Abdul Ghoni, M.Hum.

Seluruh Ulama bersepakat bahwa kewajiban Makmum yang gugur bersama Imam adalah kewajiban dari sisi bacaan saja. Adapun kewajiban berupa gerak atau perbuatan tidak dapat gugur. Contoh: Kewajiban Makmum untuk Sujud tidak gugur karena Sujudnya Imam.

Para Ulama berbeda pendapat tentang kewajiban membaca Surat al-Fatihah pada Makmum. Dalam hal ini, ada 4 pendapat Ulama.

Friday, February 2, 2018

ARGUMENTASI MENGAPA ORANG BERIMAN YANG HARUS MENJADI PEMIMPIN?


(Abdul Ghoni DQM)
 
Imam Hasan al-Banna dalam buku “Majmu’ah Rosa’il” dalam bab “ilaa ayyi syai’in nad’u an-nas” menjelaskan keragaman tujuan besar hidup manusia. Hal tersebut merujuk kepada apa yang Allah gambarkan dalam al-Qur’an, tentang keinginan dan tujuan manusia yang beraneka ragam dalam menjalankan hidupnya.
 
Kelompok pertama adalah

Monday, January 29, 2018

Menikmati dengan Mengingat Pemberinya


Oleh Dr. Abdul Ghoni, M.Hum.

Suatu hari penulis bertemu dengan seorang sahabat yang memang sering mengeluarkan pernyataan-pernyataan indah. Ungkapan yang meluncur dari lisannya berbunyi:

المُؤمِنُ مَعَ المُنْعِم وَالكَافِرُ مَعَ النِعْمَة

“Orang yang beriman bersama Allah yang memberi nikmat, sementara orang kafir bersama nikmatnya.”

Dengan kuriositas tingkat tinggi, penulis bertanya-tanya apa maksud dari ungkapan tersebut.

Dengan ilustrasi sederhana beliau menjelaskan seperti dua orang tamu yang sedang bertandang  ke rumah teman keduanya. Kemudian sang pemilik rumah menyediakan makanan yang enak dan lezat kepada kedua tamunya. Tamu pertama menikmati hidangan makanan dan menyantapnya dengan sangat lahap. Akan tetapi ia sama sekali tidak memandang dan tidak peduli dengan pemilik rumah. Sementara teman yang kedua, ia menikmati makanan sambil sesekali melihat si pemilik rumah dan mengungkapkan penghargaannya atas makanan yang sudah disediakan.

Tamu pertama merupakan ilustrasi bagaimana orang kafir. Nikmatnya makanan yang disantap tidak membawa pada kesadaran dan pengakuan terhadap si pemilik rumah yang sudah menyiapkan semuanya. Ia sudah terfokus kesadarannya pada makanan. Orang kafir hanya berhenti pada nikmat yang dirasakan, dan tidak sampai membawanya mengenal Allah, Sang Pemberi nikmat tersebut. Sementara orang beriman laksana tamu yang menikmati makanan sambil terus berkomunikasi dan menghargai perjuangan sang pemilik rumah dalam menyajikan makanan. Nikmat di tangan orang beriman, mampu membangunkan kesadarannya hingga sampai pada membesarkan dan mengagungkan Allah, sehingga orang beriman bersama Pemberi nikmat.

Betapa istimewanya orang-orang yang beriman. Dalam melihat sesuatu, ia tidak berhenti pada kulit, kemasan, akan tetapi ia mengetahui sampai pada isi atau substansinya.  Penglihatannya tidak terbatas pada mata secara lahiriah akan tetapi sampai pada mata batin. Pendengarannya tidak berhenti pada suara yang terdengar, akan tetapi lebih dari itu ia mendengar lebih jauh hingga membawanya pada kebesaran Sang Maha Pencipta.

Memang demikian adanya, bahwa Allah memberikan pesan  tanda-tanda kebesaran-Nya melalui ciptaan yang ada di langit dan dibumi. Dalam surat az-Zaiyat ayat 21, Allah berfrman:

وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ

“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin.”

Kecakapan seorang beriman untuk mengenal Allah dari setiap ciptaan yang dinampakkan merupakan bagian dari implementasi surat Ali Imran ayat 190-191, yang menyebutkan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi, serta dalam pergantian siang dan malam, terdapat tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah. Orang beriman tidak berhenti pada menikmati dan mengagumi adanya keindahan alam yang ada di bumi, akan tetapi ia terus-menerus menghayati kesemuanya hingga menyadari bahwa di balik semua ini ada Zat yang Maha Pencipta dan Pengatur yang sempurna.

Sungguh, jika fenomena alam yang ada tidak sampai membawa seseorang mengenal Allah, maka sangat bodohlah manusia tersebut. Laksana seorang pecinta lukisan yang sedang berkunjunga ke sebuah pameran kemudian merasa takjub terhadap lukisan tertentu, kemudian ia mengungkapkan kekagumannya pada lukisan tersebut bukan pada pelukisnya, tentu saja hal ini menunjukkan betapa rendah kecerdasannya. Tentu saja setiap kali seseorang kagum terhadap lukisan, akan bermuara pada kekagumannya terhadap pelukis lukisan tersebut, karena memang pemilik kehebatan sesungguhnya adalah sang pelukis bukan lukisan itu sendiri. Keindahan alam ini sesungguhnya menunjukkan akan kebesaran Pemilik dan Penciptanya.

Dalam hadits riwayat Imam Abu Daud, Rasulullah mengajarkan satu doa yang dianjurkan untuk dibaca saat melihat hilal (awal pergantian bulan Hijriah). Di antara isi kalimat dalam doa tersebut adalah:

هِلَالُ خَيْر وَرُشْد

“Hilal yang membawa kebaikan dan membawa hidayah (mengenal Allah Pencipta hilal)”

Apa yang terkandung dalam kalimat tersebut? Rasul meminta agar hilal yang baru saja nampak dapat membawa banyak kebaikan dalam kehidupan dan yang lebih penting lagi bahwa hilal tersebut menjadi jalan petunjuk manusia mengenal Allah.

Semoga Allah membuka mata hati setiap kita agar bisa menangkap pesan kebesaran dan keagungan Allah di balik semua ciptaan-Nya, sehingga kita tidak hanya bersama nikmat yang dirasakan tetapi kita bersama dengan Pemilik dan Pencipta nikmat tersebut.